Rabu, 06 April 2011

Belajar dari Elang : Latihan untuk Terbang :)



Hari ini mendapatkan kiriman artikel dari seorang adik didik. Sayangnya tidak diketahui siapa yang awalnya menulis artikel itu. Source : Unknown istilahnya :D
Artikel itu saya tambahkan dengan tulisan saya dan tulisan lain dari berbagai sumber dan koreksi bahasa, semoga bisa memotivasi teman-teman semua :)
Terima kasih Debby Cintya, kiriman artikelmu membuat saya banyak belajar tentang kehidupan dari Elang hari ini :)

----------------

Elang adalah burung yang terkenal dengan ketangguhannya menghadapi badai, kekuatan sayapnya yang mampu terbang tinggi dan ketajaman inderanya saat mengejar mangsanya. Elang mampu melihat mangsa seukuran kelinci sejauh lebih dari 1,5 km. Semua kekuatan yang mungkin didambakan oleh setiap burung sepertinya dimiliki oleh burung Elang. 

Namun kekuatan terbang burung Elang tidak datang dengan sendirinya.
Keras, itulah hukum yang berlaku dalam kehidupan di alam bebas. Hal inilah yang mungkin memaksa Elang mewariskan cara hidup mandiri dan saling berbagi tugas dari generasi ke generasi berikutnya.
Elang selalu membangun sarang di pohon yang tertinggi di puncak bukit yang tinggi dan terjal. Perjalanan setiap hari dalam pencarian mangsa dan untuk kembali ke sarang saja tentu sudah merupakan latihan terbang yang pastinya membuat sayap elang tetap kuat seiring dengan perjalanan waktu :)

Saat musim bereproduksi tiba, pasangan elang akan mencari lokasi sebagai tempat bertelur dan mengasuh anak.
Ketika anak-anak Elang lahir, induknya selalu menjaganya dengan segenap hidup mereka. Semua kebutuhan anak-anak Elang dipenuhi oleh induknya. Dengan kata lain, bayi Elang kecil tahu beres akan hidupnya dan tidak perlu mengkhawatirkan apa pun juga.
Elang akan menyuapi  anak-anaknya sampai mereka berusia sebulan. Selepas itu, sang induk mulai melatih Elang muda itu menikmati hasil buruannya secara mandiri. Induk akan menyabik-nyabik daging binatang tangkapannya lalu menaruhnya di sarang. Bila perut sudah lapar, anak Elang itu mulai belajar menikmati menu makan sendiri. Saat usia anak mulai bertambah, sang induk tidak lagi memotong-motong hasil buruannya. Binatang tangkapan ditaruh utuh-utuh di sarang. Anak-anak mereka mulai belajar mencabik-cabik menu segarnya.

Pasangan Elang melaksanakan tugas berburu secara bergantian. Ketika salah satu induk berburu di hutan, induk yang lain bertugas menjaga anak dan sarang mereka. Terbang soaring, berputar-putar di atas sarang. Klii-ki …klii-ki atau hi-li-liiiuw…. Suara dari salah satu Elang mengisyaratkan kedatangan dengan hasil buruannya. Sementara induk yang tadi berjaga bergegas meluncur meninggalkan sarang untuk menggantikan tugas berburu. Hm... sungguh kerjasama yang sangat luar biasa :)

Ketika tiba saatnya bagi anak Elang untuk belajar terbang, ‘tanpa perasaan' induknya akan mendorong anak Elang keluar dari sarangnya. Beberapa tulisan bahkan menyebutkan induk Elang akan menjungkirbalikkan sarang yang selama ini menjadi tempat berlindung yang nyaman baginya. Tidak tanggung-tanggung, Elang kecil itu akan terjun bebas beribu-ribu meter menuju batu-batu tajam yang ada di bawahnya. 

Dalam kepanikannya, ia akan berusaha mengepak-kepakkan sayapnya. Dan di detik terakhir sebelum ia menghujam batu-batu tajam itu, induk Elang dengan sigap menyambar anaknya, membawanya terbang tinggi ke angkasa, dan menjatuhkan anaknya kembali. Hal ini dilakukannya berulang-ulang sampai sayap anaknya menjadi cukup kuat dan akhirnya ia mampu terbang sendiri. 

Pada awalnya mungkin saja anak-anak Elang itu tidak mengerti maksud dari ‘kekejaman' induknya. Tapi ketika induknya melakukannya berulang-ulang, ia pun mengerti dan menikmati proses belajarnya sampai akhirnya ia bertumbuh menjadi Elang yang perkasa, sama seperti induknya.

Induk yang berhasil berburu terus berputar-putar di atas sarang sambil mengeluarkan suara melengking mengundang perhatian anaknya. Elang muda bergegas menuju ujung dahan yang paling tinggi. Saat itu pula, induk Elang melepas hasil buruannya dari angkasa. Sang anak melesat dari dahan menyambut umpan yang melayang di angkasa itu. Gagal menangkap sering terjadi. Jika gagal menangkap hasil buruan di angkasa, Elang muda itu akan mencari oleh-oleh dari induk yang terhempas di lantai hutan.

Saat anak Elang telah pandai terbang. Sang induk akan mengajaknya terbang dan berburu bersama. Bagi mereka, hutan adalah meja makan. Satwa ini membutuhkan arena berburu seluas 50 – 160 km persegi. Mereka bebas mengincar menu apa saja yang singgah dalam kanopi hutan.
Berbagi mangsa di angkasa sungguh menjadi atraksi yang mengasyikkan. Ketika sang induk berhasil menyambar mangsa, ia akan menukik mendekati anaknya. Beberapa saat kemudian elang muda itu berusaha merebut mangsa yang berada dalam genggaman cakar sang induk. Cakar berkuku tajam mereka lalu saling terkait, menembus daging mangsa yang tak lagi bernyawa. Kedua Elang itu sesaat berputar-putar di angkasa. Cara berebut makanan seperti ini wajib dipelajari oleh seekor Elang muda. Karena setelah ia dewasa kelak, duel di angkasa berebut mangsa menjadi ritual harian.

Ketika Elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, Elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian, atau mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan — suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, Elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang di tepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.
Pertama-tama, Elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang kembali hingga mencapai usia 70 tahun :)

Membaca tentang kehidupan Elang pasti akan membuat manusia yang memang dikaruniai Allah dengan akal menjadi berpikir.

Seperti Elang, saat kita masih menjadi bayi, kita mendapati segala kebutuhan dan keinginan kita terpenuhi dengan instant. 

Seperti Elang, dalam hal makan pun kita melewati proses panjang. Dari mulai ASI, bubur, nasi tim, hingga nasi. Dari mulai di suapi hingga bisa menyuap sendiri. Dari mulai disediakan makanan hingga bisa memasak sendiri. Dari mulai dinafkahi hingga bisa mencari nafkah sendiri.

Berbeda dengan Elang, yang mencari buruan secara bergantian, beberapa dari kita yang telah menikah dengan berbagai pertimbangan mencari nafkah secara bersamaan karena masih mampu dan mau membayar asisten rumah tangga ataupun karena masih ada orang tua atau keluarga lain yang bisa dititipkan pengasuhan anak-anak kita. Namun yang harus selalu kita ingat, pengawasan keadaan anak-anak kita dari jauh seharusnya tetap bisa kita lakukan bergantian dengan pasangan, bukan hanya menjadi tanggung jawab satu orang saja :)

Seperti Elang, seharusnya kita juga melatih dan mempersiapkan anak-anak kita menghadapi tantangan masa depan. Jangan hanya mengatasnamakan kasih sayang dengan selalu melindungi mereka namun menjadikan mereka pribadi-pribadi yang tidak tahan goncangan. Ingatlah teman, kita tidak akan hidup selamanya untuk mengawasi dan melindungi anak-anak kita :)

Juga seperti Elang yang mengeluarkan suara sebagai tanda kedatangannya, kita pun diminta mengucapkan "Assalamu'alaikum" sebelum kita masuk kembali ke rumah kita sebagai tanda kedatangan :)

Seperti Elang, mungkin awalnya kita tidak mengerti apa maksud ujian-ujian yang seakan meluluhlantakkan diri kita. Namun pada akhirnya kita akan menyadari, bahwa ujian, mungkin dimaksudkan sebagai peringatan, sebagai sarana introspeksi diri dan latihan kesabaran.

Dan juga seperti Elang yang bertransformasi, dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.
Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan.
Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Hijrah, mungkin ini adalah kata yang paling tepat :)

Dan Alhamdulillah, berbeda dengan Elang, manusia memiliki panduan untuk menjalani kehidupan : Al Qur'an dan As Sunnah tentunya untuk umat Islam, bukan hanya pengajaran dari orang tua sebagai warisan.
Hanya tinggal bagaimana kelak manusia akan mempertanggungjawabkan semua pilihan yang diambilnya dalam menjalani kehidupan.

Jadi, ketika goncangan itu datang dan kita seolah terjun bebas dari ketinggian, yakinilah bahwa saat itu Allah sedang melatih kita untuk terbang :)

Jakarta, 6 April 2011
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar