Kamis, 28 Juli 2011

Sepatah Kata "Maaf"


Ketika menjelang usia 2 tahun, sudah jelas terlihat bahwa Ahmad Balda Arifiansyah (Fian) kelak akan menjadi "Polisi" di keluarga kami :D
Naluri Fian dalam mengawasi setiap ketidakadilan yang terjadi sangat tinggi, dan faktor usianya yang masih sangat muda menjadi suatu keuntungan baginya karena kemarahan yang Fian tunjukkan setiap kali melihat ketidakadilan menurut sudut pandangnya malah terlihat menggemaskan.
Fian menjadi pembela bagi setiap orang di keluarga yang menurutnya sedang "ditindas", dan dia tidak pernah terlihat gentar untuk maju dan berdiri menjadi "tameng" kemarahan bagi orang yang dibelanya hehehe...

Sejak diperkenalkan dengan kata "maaf", Fian selalu menuntut penghentian "penindasan" diakhiri dengan penggunaan kata tersebut. Fian baru akan mundur dan berhenti ikut campur jika si "penindas" sudah meminta maaf kepada si "tertindas" :)
Namun alhamdulillah, Fian juga mau menerima penjelasan jika "penindasan" yang terjadi sebenarnya tidak seperti "yang terlihat olehnya".

Ketika suami saya sedang kehilangan kesabaran dalam mendidik Ifan, Fian maju sebagai pembela.
"Ayah, jangan mayah-mayah sama abang! Minta maap!!!" seru Fian dengan suara cadelnya sambil berkacak pinggang, seraya dengan berani mengambil tempat berdiri diantara suami saya dan Ifan.
Bahkan ketika kebetulan masuk ke kamar Ifan dan mendapati saya sedang menegur ifan atas beberapa sikapnya yang kurang baik dengan suara tegas, Fian juga bereaksi sama, "Bunda, jangan mayahin abang dong... Nanti abang nangis lho! Minta maap!" tegur Fian namun dengan nada suara yang lebih lembut jika dibandingkan dengan nada suaranya ketika menegur suami saya :D

Karena ingin Fian juga mengerti bahwa peneguran belum tentu berarti penindasan saya menjelaskan, "Fian, Bunda nggak marahin abang. Bunda hanya ngajarin abang sikap yang baik supaya abang jadi lebih baik. Jadi Bunda nggak salah dan nggak harus minta maaf."
"Oooo..... Gituuuu..." sahutnya ketika menerima penjelasan saya.

Tahun ajaran ini, Fian mulai masuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini, untuk anak usia 2 - 4 tahun) di mesjid komplek perumahan tempat kami tinggal, dengan jadwal pertemuan 3 kali dalam seminggu, ba'da Ashar.
Tujuan utamanya tentu agar Fian belajar beradaptasi dengan lingkungan pra TK, dimana dia harus belajar dan bermain bersama banyak anak lain dan belajar bertoleransi serta bertenggangrasa.
Terus terang, awalnya saya sedikit ragu Fian bisa duduk diam di dalam ruangan karena Fian termasuk anak yang sangat aktif, namun ternyata menurut pengasuhnya Fian bisa mengikuti aturan dengan cukup baik.

Namun saya juga mendapatkan laporan yang cukup menggelikan dari pengasuhnya di hari kedua Fian mengikuti kelas PAUD.

Pada minggu pertama PAUD dimulai, orangtua atau pengasuh yang mengantar masih boleh ikut menemani di dalam ruang mesjid tempat kelas PAUD diadakan.
Fian dengan antusias "sekolah" tanpa minta ditemani di kelas. Pengasuhnya hanya menunggu dan mengawasi dari luar.

Ketika itu, seorang ibu muda, terlihat "menemani" putranya di ruangan.
Mengapa kata menemani saya berikan tanda kutip?
Karena beliau secara fisik berada di ruangan tersebut, namun hati dan pikiran beliau sepertinya tidak bersama putranya. Pengasuh Fian menceritakan bahwa Ibu itu membawa notebook dan asyik bermain game di sudut ruangan.
Hal ini tentu saja mengundang rasa ingin tahu anak-anak yang mengikuti kelas PAUD. Beberapa anak berkerumun di sekitar beliau.
Fian yang tidak ingin ketingalan, ikut berjongkok di samping ibu tersebut.
Mulai terganggu dengan anak-anak yang semakin mendekat dan beberapa anak sepertinya malah ingin menyentuh notebook karena rasa ingin tahu, si Ibu mungkin secara reflek melindungi notebook-nya dengan tangan.
Apa daya, gerakan reflek tersebut mengakibatkan sikunya mengenai Fian. Fian yang sedang berjongkok di sebelahnya kontan jatuh terduduk dan hampir terjengkang.

"Ih, kog doyong-doyong Fian? Minta maap!!!" seru Fian sambil bangkit dari duduk.
Namun si Ibu diam saja, tidak bereaksi sedikitpun menghadapi kemarahan Fian.
"Min-ta ma-ap !!!" ulang Fian dengan nada lebih tegas sambil berkacak pinggang.

Kembali si Ibu tidak bereaksi.
Kejadian itu luput dari campur tangan pengajar PAUD yang mungkin tidak melihat karena posisi duduk si Ibu berada di sudut ruangan di dekat pintu keluar. Pengasuh Fian yang melihat kejadian tersebut dari luar mesjid segera mendatangi Fian.

"Kenapa, Fian?" selidik pengasuhnya.
"Ini Mbak Ti, masa Fian di doyong pake siku sampai jatuh!"
Pengasuh Fian menegur Ibu tersebut secara baik-baik, dan akhirnya beliau meminta maaf kepada Fian :D

Saya mendapat laporan bahwa pada hari belajar berikutnya Ibu tersebut tidak lagi membawa notebook, bahkan bersikap sangat ramah kepada Fian :)

Mengucapkan kata "maaf" memang gampang-gampang susah. Gampang untuk yang terbiasa, susah bagi yang tidak terbiasa.
Belum lagi jika diucapkan secara lisan, maka nada suara yang digunakan bahkan ekspresi wajah juga ikut berperan.
Jika kata maaf diucapkan dengan nada tinggi apalagi disambung dengan gerutuan seperti "Iya, maaf deh, saya salah, emang saya nggak pernah bener ya!" maka kata "maaf" yang seharusnya diikuti dengan "penyesalan" bukan dengan "kemarahan" menjadi kehilangan makna.
Jika kata maaf diucapkan dengan nada datar seperti "Oke, maaf ya..." maka kata "maaf" yang seharusnya diikuti dengan "instropeksi diri" bukan dengan sikap "tidak perduli" menjadi tidak berarti.

Saya menyadari merupakan tugas saya dan suami untuk memberikan pengertian agar kelak Fian bisa memahami, bahwa kita memang bisa memaksakan keluarnya "pengakuan bersalah", sekedar "pengucapan kata maaf" bahkan "tindakan koreksi atas kesalahan yang telah terlanjur terjadi" dari diri seseorang.
Namun kita tidak akan pernah bisa memaksakan munculnya "rasa penyesalan" dan "tekad untuk memperbaiki diri di masa yang akan datang" dari orang tersebut.
Karena hal tersebut hanya bisa datang dari dalam diri sendiri...
Karena dibutuhkan jiwa yang besar dan hati yang bersih agar seseorang bisa mengucapkan kata "Maaf" yang tulus dan berarti karena betul-betul berasal dari rasa penyesalan dan instrospeksi, serta diikuti dengan perbaikan diri agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi...

Jelang Ramadhan, saya menghaturkan "Maaf" dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam, jika selama ini tulisan saya ada yang tanpa sengaja menyakiti atau membuat teman-teman yang membaca merasa tidak nyaman... :)

Jakarta, 28 Juli 2010
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar