Selasa, 13 September 2011

Ketika 1 + 2 Tidak sama dengan 3...



Hari Jumat, 9 September 2011 yang lalu, kantor saya mengadakan training product knowledge untuk marketing dan account manager baru, dan beberapa wajah lama yang dinilai masih membutuhkan pendalaman materi, dihadiri oleh sekitar 30 karyawan, dan berlangsung sehari penuh.
Training dimulai sejak pagi, diawali dengan pengenalan visi misi perusahaan, deretan produk yang kami miliki dan tawarkan kepada customer, bagaimana proses trial koneksi hingga instalasi, bagaimana aktivasi hingga maintenance atas troubleshooting yang terkadang terjadi, hingga prosedur administrasi berlangganan, pengenaan biaya atas koneksi internet dan pajak yang dibebankan kepada customer.

Saya, yang mendapatkan tugas memberikan materi training tentang prosedur administrasi berlangganan yang harus dipenuhi dan pengenaan biaya atas koneksi internet customer, mendapatkan giliran sharing knowledge terakhir, persis setelah team maintenance sharing, sehingga saya sempat mendengarkan beberapa penjelasan tentang load balancing.

Load Balancing adalah teknik untuk mendistribusikan beban trafik pada dua atau lebih jalur koneksi secara seimbang, agar trafik dapat berjalan optimal, memaksimalkan throughput, memperkecil waktu tanggap dan menghindari overload pada salah satu jalur koneksi.
Namun, dengan menggunakan loadbalance dua jalur koneksi bukan berarti besar bandwidth yang didapatkan customer menjadi dua kali lipat dari bandwidth sebelum menggunakan loadbalance. Karena loadbalance tidak akan menambah besar bandwidth namun hanya bertugas membagi trafik dari kedua bandwidth tersebut agar semua jalur koneksi dapat terpakai secara seimbang.
"Singkatnya, 1 + 2 = 1 + 2, tidak sama dengan 3", demikian jelas rekan kerja saya dari team maintenance.

Seperti biasa, pikiran saya sering mengkorelasikan masalah yang jika dilihat secara sepintas oleh orang lain akan terlihat jauh berbeda bahkan seolah-olah tidak ada hubungannya :)
Mendengar kalimat kunci dari trainer team maintenance tadi, saya justru teringat akan sebuah kejadian yang pernah saya alami, dimana saya mengutip kalimat yang hampir sama maknanya.

Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat lama mengabarkan bahwa ternyata dia tidak bisa meluangkan waktunya untuk bertemu dengan saya setelah sebelumnya sempat memberikan sedikit harapan kemungkinan bisa bertemu hari itu dan saya sudah menyiapkan waktu untuknya.
Ketika saya sampaikan bahwa saya kecewa karena tidak bisa bertemu dengannya akibat batalnya pertemuan kami, dia dengan manisnya berkata, "Apa yang bisa saya lakukan agar kamu tidak sedih dan kecewa? How can I make it up to you?"
Dengan terus terang saya berkata, "Kamu ingin saya tidak sedih dan kecewa? Temui saya hari ini..." :D
Dia tertawa, dan berkata lain waktu dia akan menebusnya :)

Ketika itu saya memberikan sebuah perbandingan baginya, agar dia memahami bahwa kesedihan dan kekecewaan yang telah ditimbulkan tidak semata-mata bisa terhapuskan oleh kebahagiaan di lain waktu.

Ketika putri saya - Nada Salsabila Hafizah - berpulang ke rahmatullah di tahun 2006 dan saya kemudian mengalami keguguran di tahun 2007, saya berduka. Ketika lahir Ahmad Balda Arifiansyah (Fian) di tahun 2008, saya mendapatkan kebahagiaan.
Namun kenyataannya, apakah dengan kehadiran Fian, maka duka saya karena berpulangnya Nada menjadi hilang? Sesederhana itukah? Apakah kesedihan karena kehilangan anak dapat hilang bagai tidak pernah ada hanya dengan lahirnya seorang anak "pengganti"?
Tidak.
Kehadiran Fian memang mengisi hari-hari saya dengan kebahagiaan, seperti juga kehadiran Ahmad Yusran Irfansyah (Ifan) yang sejak awal saya jadikan tempat "berpegang" ketika rasa pilu menyerang.
Namun, rasa sedih akibat kehilangan Nada akan tetap selalu ada. Karena Fian - dan Ifan - bukanlah Nada.
Mengutip ucapan rekan kerja saya, "1 + 2 = 1 + 2, tidak sama dengan 3..."
Atau untuk kasus saya lebih tepatnya "-1 + 1 = -1 + 1, tidak sama dengan nol..." :)

Jalan pikiran manusia ternyata memang bisa sangat aneh bahkan terkadang menakjubkan.
Hanya karena sedikit mengikuti penjelasan training oleh seorang rekan kerja sebelum giliran saya mengajar dimulai, saya justru merasa diingatkan untuk lebih berhati-hati dengan ucapan saya, waspada dengan kata-kata yang mungkin menyiratkan harapan dan terutama selalu berusaha menepati janji yang keluar dari bibir saya, agar tidak menimbulkan kekecewaan, kesedihan bahkan sakit hati bagi orang-orang yang berinteraksi dengan saya...

Jakarta, 13 September 2011
Yeni Suryasusanti

2 komentar:

  1. bener juga ya, mba. bener-bener sudut pandang yang berbeda dalam melihat sesuatu. :)

    BalasHapus
  2. @ nanajingga : hehehe... pikiranku memang sering "loncat-loncat"... :D

    BalasHapus