Minggu, 20 November 2011

Ketika Ifan Belajar Tentang Tanggung Jawab




Sampai hari ini, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya pada bulan Mei 2011 di tulisan yang berjudul Ketika Ifan & Fian Belajar Berkonflik (http://yenisuryasusanti.blogspot.com/2011/05/ketika-ifan-fian-belajar-berkonflik.html), Ifan (saat ini 11th) dan Fian (saat ini 3,5 th) masih hampir selalu berkonflik setiap hari.
Hampir selalu Fian yang memulai tentu saja, dengan keisengannya, namun tidak jarang pula Ifan yang mulai mengganggu ketika Fian sedang diam karena asyik dengan sesuatu :D

Hari Jumat malam yang lalu, saya baru berangkat pulang dari kantor pada pukul 20.30 WIB karena harus mengerjakan bahan presentasi bersama rekan kerja dan atasan saya.
Baru beberapa meter berjalan dari kantor menuju halte busway bersama salah seorang sahabat saya, Amah, HP saya berdering dan terdengar suara Ifan berbicara.

"Bunda, Ifan mau minta maaf," kata Ifan dengan suara agak khawatir.
"Ada apa, Bang?" tanya saya.
"Ifan dan Fian tadi main PSP sama-sama. Tapi terus Fian gangguin Ifan. Ifan dorong Fian, nggak terlalu keras sih. Fian sedang minum juice, juice-nya jadi tumpah, sampai kena lantai, dinding, kepala dan badan Fian... Tapi Fiannya nggak jatuh kog... Ifan juga udah minta maaf sama Fian..."

Saya mengerti kekhawatiran Ifan. Tentu saja karena Ifan khawatir kehilangan kesempatan bermain game di Facebook selama beberapa waktu :D
Memang pernah ada perjanjian antara saya dan Ifan, bahwa Facebook merupakan salah satu reward, bukan hak seperti bermain komputer dan PSP di hari libur.
Jika Ifan bersikap baik, reward akan diberikan. Namun jika tidak, maka Ifan hanya akan mendapatkan haknya saja, tanpa reward :)

Karena Fian tidak cedera, sebenarnya bisa saja saya mengabaikan kejadian tersebut. Toh Ifan sudah mengaku bersalah dan meminta maaf.
Namun, karena ingin Ifan belajar bertanggungjawab atas segala perbuatannya, saya berkata,
"Oke Bang, Ifan nanti boleh tetap main Facebook, tapi Bunda minta Ifan bertanggungjawab dulu."
"Tanggung jawabnya gimana, Bun?" tanya Ifan.
"Lap lantai dan dinding yang kena juice. Trus Ifan juga harus memandikan Fian, keramas rambutnya juga, pasti lengket."
"Tapi kata mbak Yanti udah malem, Bun..." sahut Ifan.
"Pakai air hangat mandinya. Fian nggak mungkin tidur dengan rambut lengket begitu, nanti dikerubutin semut. Minta bantu mbak Yanti stel air panasnya, karena Fian nggak kuat air panas seperti Ifan kalau mandi. Pakaikan juga piyama Fian. Setelah itu Ifan baru boleh main Facebook," jelas saya panjang lebar.
"Oke, Bun," jawab Ifan kemudian menutup pembicaraan.

Amah, yang mendengar apa yang terjadi, berkata sambil tertawa, "Ada-ada aja ya..."
Saya tersenyum lebar dan berkata, "Mendidik anak ibarat seni. Kita bisa saja mengetahui dasarnya, tapi semua aplikasinya tergantung pada sifat masing-masing anak dan situasi yang sedang terjadi."

Setibanya di rumah, Yanti bercerita kepada saya, bahwa setelah Ifan memandikan Fian dengan serunya, Fian berkata, "Abang baik banget ya mbak, mandiin Fian..."

Hari Minggu pagi, Fian meminta Ifan memandikannya lagi. Ifan pun bersedia.
Saya mengintip di pintu kamar mandi, dan ikut bahagia ternyata mereka menemukan bahwa kegiatan memandikan tersebut menyenangkan bagi mereka berdua. Cukup menjadi kejutan bagi saya, Ifan bisa memandikan Fian dengan benar :D
Ifan memandikan Fian terlebih dahulu karena selera mereka akan air hangat berbeda. Ifan cenderung suka agak panas, Fian cenderung suka agak dingin.
Ifan mengeramas rambut Fian dahulu, menyiram busanya sampai bersih, baru kemudian menyabuni badannya dengan shower puff. Sesekali Fian menggoda Ifan dengan mencolekkan busa sabun ke perut Ifan :D
Akhirnya Ifan membilas tubuh Fian sampai tidak licin lagi, dan mengelap rambut dan tubuh Fian dengan handuk. Barulah setelah itu Fian mengizinkan saya untuk ikut terlibat, ketika Fian mengenakan baju.

Tidak terbayangkan, hal sederhana yang semula hanya ditujukan untuk mengajari Ifan belajar tentang tanggung jawab, akan menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Bahkan sekarang terkadang menjadi senjata bagi Ifan ketika Fian iseng.

"Fian, jangan jail, nanti Abang nggak mau mandiin Fian lagi kalo gitu..." ancam Ifan :D
Dan Fian pun langsung berkata, "Iya deh, iya deh... Maaf Abang..."

Yup, mendidik anak memang ibarat seni. Kita mungkin belum bisa membayangkan bagaimana hasilnya nanti.
Tetapi ketika mendidik dilakukan dengan segenap hati dan cinta, percayalah, Insya Allah kelak buah hati kita akan menjadi karya seni yang unik meskipun tidak sempurna :)

Jakarta, 20 September 2011
Yeni Suryasusanti