Sabtu, 30 April 2011

Membalas Kejahatan Dengan Kebaikan :)


Di sekolah Ifan (SD Bhakti YKKP Jakarta Barat) dilarang membalas jika ada yang dijahati teman. Mereka diajarkan untuk segera melaporkan kepada guru.
Hal ini sempat menjadi dilema untuk saya dan suami, karena khawatir anak-anak menjadi "terlalu" pengadu :)
Apalagi yang namanya pelaporan memerlukan proses, sementara "rasa sakit" sudah terlanjur terasa di hati (bahkan mungkin di badan jika terjadi kontak fisik).
Saat Ifan kelas 2 SD, saya pernah dipanggil wali kelas Ifan karena Ifan memukul temannya. Ternyata setelah ditelusuri bersama kasusnya, Ifan memukul temannya karena membela teman lain yang dipukul terlebih dahulu. Sang teman yang dijahati takut dan tidak mau melaporkan kejadian tersebut kepada guru, dan Ifan mungkin karena rasa setia kawan yang tinggi membalaskan sakit hati temannya :D
Namun tetap, meskipun karena membela teman, Ifan juga dihukum menulis sama seperti teman yang memukul terlebih dahulu heheheh...

Dulu, saya termasuk orang-orang yang pantang "menjahati" orang lain. Namun terus terang, jika saya (atau sahabat saya) "diganggu", maka saya akan membalas dengan kemarahan yang meluap-luap sehingga jika dinilai hasil akhirnya mungkin "kejahatan" saya tercatat lebih berat karena seperti kata ibu saya, saya ahli berkata-kata tajam :(
Saat itu, setiap kali ada sahabat yang mengingatkan saya, "Jangan dibalas Yen, biar Tuhan aja yang balas..." maka saya akan berkata, "Kelamaan kalo nunggu di akhirat nanti." atau "Ini balasan Tuhan untuk dia, Tuhan kasih balasan lewat gue." Huaaaaa dan itu sama saja membuat diri saya sama jahatnya dengan yang menjahati :((

Kemarin Isa Alamsyah menulis soal Hukum dan Keadilan di Komunitas Bisa!. Tulisan beliau membuat saya berpikir.
Bicara soal keadilan, idealnya memang hukum dan keadilan adalah satu paket yang tidak terpisahkan. Namun sayangnya secara teori maupun praktek, hukum dan keadilan tidak selalu berjalan seiring.
Meskipun demikian, sekalipun hukum masih belum sempurna, aturan hukum selalu berusaha mendekati keadilan dan ada logika hukum yang bisa kita pahami. Dengan memahami logika hukum maka kita minimal tidak menjadi korban aturan hukum yang tidak kita pahami, karena semakin kita memahami hukum kita semakin bisa mendekati keadilan dalam penerapannya.

Isa Alamsyah memberikan juga 2 contoh kasusnya.

Contoh Pertama :
Misalnya ada orang memukul Anda, jika tidak Anda balas dan laporkan ke polisi maka yang memukul akan kena pasal penganiayaan. 
Tapi kalau Anda balas, maka masuknya ke perkelahian, dan pada posisi itu Anda tidak bisa menuntut hukum.

Contoh Lain :
Kalau ada yang memukul Anda, dan Anda membalas dengan memukul balik dengan menggunakan buku, atau dengan melempar handphone, maka Anda jadi yang melanggar hukum. Karena Anda akan kena pasal perkelahian tidak seimbang. Anda pakai alat sedangkan yang memukul Anda tidak pakai alat.
Sekalipun pukulan orang lain lebih keras daripada balasan Anda dengan buku misalnya, yang menggunakan alat bisa jadi terlihat lebih bersalah.
Karena itu hati-hati, sekalipun kita membela diri, ketika kita pakai alat, malah kita yang bisa dijebloskan ke hukum. Ini konteksnya kalau kita konflik dengan teman, tapi kalau melawan kriminal bebas membela diri.
Guru yang melempar murid dengan gagang penghapus, memukul murid dengan penggaris, bisa dituntut dengan pasal ini. Makanya ketika saya nyambi kerja di Jakarta International School, segala macam body contact sangat dilarang (termasuk menegur siswa bule dengan mencentil, mencolek, semua bisa masuk ke pasal penganiayaan dengan level tertentu).
Senior yang bully ketika di sekolah, bisa juga dijerat dengan pasal penganiayaan kalau sudah ada body contact.
Tapi kalau bully-nya hanya kata-kata, paling bisa dijerat dengan pasal "tindakan yang tidak menyenangkan" dan ini pasal karet yang sangat luas penggunaannya.

Itu jika kita berkaca pada hukum buatan manusia.
Padahal hukum yang lebih tinggi adalah buatan Allah, dan sudah ada panduannya pula. Hanya saja memang terkadang kita belum "sempat" membaca dan memahaminya serta belum "mampu" menjalankannya dengan sepenuh hati :)

Saya kutipkan kisah antara Nabi Muhammad SAW dengan sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang pernah saya baca di http://muhammadassad.wordpress.com/ sebagai referensi :

Pada suatu hari Rasulullah bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika sedang mengobrol dan temu kangen dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui bergaya preman dan langsung mencela Abu Bakar. Makian kotor serta umpatan-umpatan kasar keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tidak menghiraukannya. Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah memberikan senyum terindahnya kepada Abu Bakar.

Merasa tidak berhasil dan diabaikan, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar. Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, kembali Abu Bakar  tidak menghiraukannya dan tetap membiarkan orang tersebut memaki. Rasulullah kembali memberikan senyum terindahnya.‎ Merasa makin tidak dipedulikan, maka semakin menjadi-jadi lah kemarahan orang Arab Badui ini.

Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan. Kali ini, selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui itu dengan makian pula. Terjadilah perang mulut. Seketika itu juga, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya dan langsung meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam. ‎

Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar sadar dengan kesalahannya dan langsung berlari mengejar Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah.
Kemudian, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku berbuat kesalahan, mohon jelaskan dan maafkan kesalahanku. Jangan biarkan aku dalam kebingungan.”  
 Rasulullah lalu menjawab, “Sewaktu orang Arab Badui itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak menanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan Allah.”

Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang kedua kali ketika ia terus menghinamu dan kamu tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu. Oleh sebab itu, aku semakin tersenyum. Namun, ketika yang ketiga kali ia menghinamu dan kamu menanggapinya serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu, dan hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu."

Berikut ini saya kutipkan pula petunjuk Allah dalam menghadapi perbuatan buruk :

“Balaslah perbuatan buruk mereka dengan yg lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 96).

“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula.” (QS. Ar-Rahman [55]: 60)

“Mereka itu diberi pahala dua kali lipat disebabkan kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”(QS. Al-Qashash [28]:54)

“Siapa yang datang membawa kebaikan, baginya pahala yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan siapa yang datang membawa kejahatan, tidaklah diberi balasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan seimbang dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.”(SQ. Al-Qashash [28]:84)

Dalam semua ayat di atas jelas bahwa segala kebaikan akan mendapat balasan yang lebih baik dan setiap kejahatan dibalaskan setimpal dengan apa yang dilakukan.
Betapa baik dan adilnya Allah... Allah memberikan ganjaran yang lebih kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Namun untuk pelaku kejahatan dibalas setimpal dengan kejahatannya.
Allah, yang memiliki seluruh umat, tidak mendholimi sedikitpun terhadap orang-orang yang berbuat jahat dengan membalas kejahatan dua kali lipat lebih berat dari kejahatan yang dilakukannya, melainkan setimpal. Dengan demikian, apa hak kita untuk membalas kejahatan dengan berbuat kejahatan yang sama? Bukankah dengan berbuat demikian meskipun dengan alasan membela diri atau demi harga diri maka kita kelak juga akan mendapat balasan dari Allah?

“You may lose the battle but you win the war” demikian ungkapan istilah yang pernah saya baca.
Kata battle diartikan sebagai perang kecil dan war adalah sebuah perang yang lebih besar.
Sama dengan ungkapan "mengalah untuk menang".
Kita sering mengartikan bahwa yang namanya mengalah itu ya berarti kalah, padahal tidak demikian. Mengalah bukan berarti kalah, namun mengalah untuk merangkul dan selanjutnya untuk menang.

Dalam kasus peraturan di sekolah Ifan, mengalah untuk tidak membalas kejahatan teman dengan kejahatan yang sama (we lose the battle) bertujuan agar si anak mendapat bimbingan dari guru (tentu dengan kasih sayang) dengan harapan dia akan menyadari perbuatannya tidak baik dan merubah sikap menjadi baik (we win the war).
Sedangkan jika langsung dibalas dengan kejahatan (we win the battle) tentu sang anak tetap malah akan semakin jahat dan bukan tidak mungkin akan menjahati temannya secara lebih parah (we lose the war).

Cukup menggelitik, ternyata sejak SD anak-anak sekarang sudah diarahkan untuk membela diri dengan cara yang benar meskipun bagi kita yang dibesarkan di masa yang berbeda semua itu terkesan mengajarkan anak menjadi seorang pengadu dan tidak bisa membela diri.
Jadi bukan hanya Ifan yang belajar, saya juga :)
Saya belajar bahwa dengan membalas kejahatan dengan kebaikan, bukan berarti kita membiarkan pelaku kejahatan tidak diadili. Kita hanya menghindarkan diri dari membalas kejahatan karena emosi pribadi yang berarti membiarkan setan ikut berperan. Pengadilan tetap berlaku, tentu dengan tidak melibatkan emosi, sehingga pengadilan benar didasarkan atas keadilan dan hukum semata.

Kapan anak kita diajarkan membela diri? Di SMP kah?
Rasanya itu adalah tugas selanjutnya yang harus kita pikirkan sebagai pribadi dan orang tuanya untuk mengajarkan diri sendiri dan anak-anak untuk bijak memilah permasalahan yang ada, seperti apa masalah yang membutuhkan pembelaan diri segera seperti membela diri dalam keadaan nyawa terancam, dan seperti apa masalah yang bisa melalui proses panjang secara hukum dan peraturan yang berlaku.
Dengan mulai memikirkan hal ini, kita tidak tergantung hanya dengan institusi sekolah dalam mengarahkan anak-anak kita nanti.
Jadi, ayo kita sama-sama belajar dan berusaha membalas kejahatan dengan kebaikan, meskipun hal itu terasa lebih mudah diucapkan daripada dilakukan :)

Jakarta, 30 April 2011
Yeni Suryasusanti

Kamis, 28 April 2011

Ketika Kebenaran Harus Disampaikan...



Akhir bulan ini saya mendapat tugas membuat Performance Review staff Finance untuk kepentingan kenaikan gaji tahunan.
Jujur, bagi saya, membuat penilaian tertulis mengenai seseorang bukan lah merupakan hal yang mudah.
Bukan karena saya tidak sanggup memilih angka dari Skala Penilaian untuk masing-masing Faktor Penilaian berdasarkan Standar Penilaian Kinerja Karyawan, namun karena berat bagi saya menyampaikan kekurangan orang lain kepada atasan saya untuk bahan pertimbangan hajat hidup mereka - dalam hal ini khawatir berimbas kepada penentuan prosentase kenaikan gaji tahunan.
Ada juga rekan saya yang mengambil jalan "aman" dengan memberikan penilaian "cincay" alias bagus-bagus saja agar aman dari kedua belah pihak : perasaan tidak nyaman dari staff dan miss judge dari big boss.

Saya paham bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, dan selama ini saya berusaha membimbing mereka dalam mengatasi kekurangan, berusaha menyemangati mereka untuk mempertahankan dan terus mengasah kelebihan, berusaha menginspirasi mereka bahwa dengan "cinta" pekerjaan bisa menjadi hal yang sangat menyenangkan.
Namun, tetap saja ada kekhawatiran, jika hasil Performance Review yang saya buat akan membentuk opini pembaca (baik atasan langsung saya hingga HRD dan Direksi) terhadap staff Finance tidak secara utuh. Artinya yang diingat hanya kekurangannya saja. Kelebihannya terabaikan. Berbeda dengan penilaian yang disampaikan secara lisan, dimana kita bisa menekankan kelebihan seseorang dengan contoh kasusnya, sehingga kita lebih yakin bahwa opini yang terbentuk akan lebih berimbang.
Dulu, pada tahun 2000 saya juga sudah pernah membuat Performance Review, tapi rasanya tidak seberat ini perasaan saya. Mungkin karena saya semakin tua sehingga menjadi semakin sentimentil? heheheh...
Tapi yang jelas perasaan berat khawatir big bos miss judge karena hanya melihat kekurangan mereka saya rasakan mungkin karena Finance Team saat ini sangat solid, jadi saya lebih merasa sebagai "kakak" bahkan "ibu" mereka, bukan hanya sekedar hubungan atasan dengan bawahan :)

Untuk bagian penilaian dengan angka, skala penilaian pada Standar Penilaian Kinerja Karwayan yang diberikan oleh HRD ada 5 :
(1) Tidak Memuaskan
(2) Kurang Memuaskan
(3) Cukup Memuaskan
(4) Memuaskan
(5) Sangat Memuaskan
Lengkap dengan kriteria penjelasan masing-masing Faktor Penilaian.

Sedangkan Faktor Penilaian misalnya Kuantitas Kerja (termasuk volume kerja, ketepatan waktu, penyelesaian tugas), Kualitas Kerja (termasuk keahlian, pengetahuan, pengambilan keputusan dll), Kebiasaan Kerja (termasuk kehadiran, kedisiplinan, inisiatif, tingkah laku, dll), Hubungan Sosial / Sosialisasi (termasuk antar rekan kerja, komunikasi sosial, penampilan), Kemampuan Beradaptasi dan seterusnya.

Ada juga bagian essay yang menggambarkan penilaian karyawan secara keseluruhan, ada essay yang menggambarkan kekurangan mereka dan juga saran-saran perbaikan.

Masalah yang saya hadapi adalah ketika seorang staff secara sekilas bisa dianggap cukup memuaskan namun jika di rujuk pada kriteria penjabaran Standar Penilaian Kinerja Karwayan belum mencapai nilai 3 namun tidak semua sesuai dengan kriteria penjabaran nilai 2, jadi hanya sebagian dari penjelasan skala 2 yang sesuai dengan kekurangan staff tersebut.
Secara nilai, jika ada, saya sangat ingin menulis nilai 2,5. Namun, apa daya secara skala tidak ada. Sedangkan untuk menulis nilai 3 pun saya tidak berani karena belum sepenuhnya sesuai dengan kriteria penjabaran nilai 3 pada Standar Penilaian Kinerja Karwayan. Akhirnya dengan berat hati saya harus rela menuliskan nilai 2 pada beberapa Faktor Penilaian.

Namun, untuk bagian essay alhamdulillah saya tidak menemui kesulitan, karena saya hanya perlu berhati-hati dalam memilih kata-kata untuk menggambarkan kinerja mereka tanpa perlu terlalu menyudutkan agar tidak membentuk opini yang keliru :)

Kemarin sore, saat saya sudah selesai membuat Performance Review seluruh Finance Staff, saya memberikan hasilnya pada atasan saya untuk meminta saran dan masukan, khawatir ada penilaian saya yang bias atau terlewat.
Saya menyampaikan, bahwa sungguh berat saya menuliskan nilai 2 pada Performance Review tersebut, namun saya juga tidak berani berbohong untuk mengatakan bahwa mereka semua sempurna, tidak ada kekurangannya.
Ternyata penilaian atasan saya sejalan dengan hasil Performance Review yang saya buat. Tugas saya selanjutnya adalah memanggil staff Finance dan menyampaikan hasil Performance Review mereka.

Mungkin karena pikiran yang penuh, tadi malam saya bermimpi, anehnya bukan tentang kantor saya, melainkan tentang Paskibra SMA 78 yang mengadakan Reuni. Pada saat reuni tersebut, setiap kelompok mengadakan atraksi PBB. Kelompok terdiri dari Pasukan, Instruktur dan Alumni.
Dulu, di angkatan saya (saya dari angkatan 2) yang paling ahli menyusun strategi atraksi PBB adalah Handi. Tapi entah kenapa tadi malam Handi tidak muncul di mimpi saya hehehe.... 
Yang muncul justru Icay (Cahyani dari angkatan 3), dia yang menjadi pemimpin atraksi untuk kelompok alumni.
Saat Icay sudah membuat hitungan untuk atraksi PBB (yang pernah paskibra pasti tau setiap orang bergerak pada hitungan yang berbeda sehingga nanti terbentuk barisan yang gerakannya mengalir dengan indah hehehe) dan setiap alumni yang ada saat itu sudah diberitahu tugas masing-masing bergerak di hitungan berapa, tiba-tiba datanglah serombongan alumni yang baru hadir di lokasi, langsung dengan entengnya berteriak-teriak, "eh, kita ikut atraksi juga dongggg...." dan mereka tanpa "kulonuwun" langsung masuk barisan sehingga pasukan alumni yang tadinya sudah di briefing jadi kebingungan. Alumni yang baru hadir adalah teman2 seangkatan Icay.
Akhirnya Icay ngambek (padahal Icay yang saya kenal tuh nggak pernah ngambek, orangnya tegas banget, tapi ini kan mimpi ya, jadi nggak tau juga kog bisa Icay jadi "ambekan" hihihihi) dan bilang, "Udah deh kalo gini kita nggak usah ikut atraksi aja."

Masih dalam mimpi (heheheh aneh deh kog saya bisa ingat mimpi secara detail begitu ya?), saya bilang, "Jangan gitu Cay, masa kita kalah sebelum tanding..."
Icay bersungut-sungut dan ngomel, "Habis bagaimana caranya bilang ke alumni yang baru datang kalo mereka tuh merusak rencana atraksi, mbak?"
Dan saya berkata, "Siapa bilang jadi pemimpin itu mudah? Setiap keputusan penting yang bertujuan utk kemenangan dan kemajuan bersama pasti melewati pertimbangan yang berat juga. Terkadang kita harus tega menyampaikan kebenaran walaupun mungkin terasa nggak enak untuk di dengar."
Akhirnya kepemimpinan Icay kembali, dia memberikan serangkaian instruksi kepada alumni siapa saja terlibat dalam atraksi PBB kali ini, dan memberikan penjelasan kepada teman-temannya yang baru hadir bahwa mereka tidak bisa ikut atraksi karena terlambat hadir, hitungan sudah dibuat dan tidak cukup waktu lagi untuk membuat hitungan baru hanya demi mereka bisa ikut atraksi PBB.

Dan saya terbangun. Aneh juga mimpi kog ceramahin orang heheheh....
Namun seketika itu juga saya teringat beban hati saya saat membuat Performance Review kemarin. Dan benang merahnya sama... bahwa terkadang demi kebaikan kita harus tega menyampaikan kebenaran walaupun mungkin terasa tidak enak untuk di dengar...

Saya pernah membaca hadist yang berkaitan dengan kejujuran :

Rasulullah Saw bersabda, "Saya menjamin dengan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam bergurau”. (HR. Baihaqi)

"Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan terus-menerus seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawa ke neraka. Dan terus menerus seseorang itu berdusta dan memilih yang dusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta". (HR. Muslim)

Saya tidak ingin tercatat sebagai seorang pendusta. Rasulullah tidak pernah berdusta meskipun dalam bergurau.
Alhamdulillah ya Allah, telah Engkau kuatkan saya untuk menyampaikan kebenaran meski lewat mimpi...

Pagi ini saya memanggil staff Finance satu demi satu untuk menyampaikan hasil Performance Review mereka. Saya jelaskan apa dasar penilaian saya, saya tunjukkan pula Kriteria Penjelasan Standar Penilaian Kinerja Karwayan agar mereka memahami apa yang harus mereka perbaiki untuk meningkatkan nilai di Performance Review tahun depan, dan apa yang harus mereka penuhi jika ingin mencapai nilai terbaik.
Alhamdulillah mereka semua menerima penilaian saya dengan baik. Karena kita juga memahami bahwa Performance Review oleh orang lain ibarat "cermin" untuk kita agar bisa memperbaiki diri. Jadi, sebaiknya bukan hanya dipandang sebagai sekedar formalitas untuk syarat kenaikan gaji :D
Finance Team, you are the best !

Sekarang saya hanya tinggal menunggu hasil Performance Review yang saya peroleh dari atasan saya, entah seperti apa nilainya heheheh...

Finance Team at Mustika Ratu Beauty Class
D-NET, Gedung CM, 5 Maret 2011

Jakarta, 27 April 2011
Yeni Suryasusanti

Jumat, 15 April 2011

Selalu Ada Alasan Untuk Bersyukur...



Setiap makhluk yang bernyawa pasti pernah mengalami sakit, dan juga akan menghadapi kematian. Namun tidak ada seorang pun di antara kita yang tahu kapan ajal akan datang menjemput dan dimana kita akan meninggal.

Sesuai dengan sabda Rasulullah :
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571)

Dan firman Allah :
"Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.”  (QS. Al-Anbiya: 35)
"Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”  (QS. Luqman: 34)

Entah kenapa hari ini berulang kali saya teringat kepada seorang sahabat yang telah berpulang ke rahmatullah akibat sakit yang dideritanya, Moekti Ikhtiarini yang lebih dikenal dengan nama Ruri.
Saya ingin bercerita tentang betapa Ruri telah menjadi salah seorang yang memberikan inspirasi bagi saya dalam hal ketabahan, dalam mencintai anak-anak dan dalam hal pemberian ASI...

Ruri menjabat sebagai Ibu Admin di Milis Natural Cooking Club (NCC - http://www.NCC-Indonesia.com/).
Ketika Ruri hamil anak kedua, saat usia kandungan sudah mencapai 9 bulan, bayi Ruri meninggal dalam kandungan, sebelum sempat menghirup udara dunia... Operasi caecar pun dilakukan untuk mengeluarkan bayinya, obat pun diberikan untuk menghentikan produksi ASInya.
Ternyata, efek penghentian ASI tersebut berbuntut panjang. Ruri di diagnosa menderita kanker payudara ketika sedang hamil anak ketiga pada tahun 2006, diduga kanker bermula dari penghentian produksi ASI.
Kehamilan tetap diteruskan, operasi pengangkatan payudara sebelah kanan dilakukan di tengah kehamilan. Ternyata kanker terus menjalar... ke kelenjar getah bening...
Bayi Ruri dilahirkan dengan operasi caecar, alhamdulillah dengan selamat dan sehat...
Namun, setelahnya Ruri mengalami perdarahan. Ternyata perdarahan itu disebabkan karena rahim Ruri tidak bisa berkontraksi lagi dan ternyata rahimnya mengeras karena kapur yang entah bagaimana terbentuk yang ternyata berfungsi untuk melindungi bayinya dari serangan kanker. Saat itu, satu-satunya cara adalah dengan mengangkat rahimnya. Maka Ruri pun kembali masuk ke ruang operasi untuk menjalani operasi pengangkatan rahim.
Seharusnya segera setelah melahirkan Ruri menjalankan kemoterapi untuk mengobati kankernya. Namun Ruri memilih menunda kemoterapi dan memberi ASI Eksklusif selama 6 bulan demi bayinya... 
Subhanallah, Allah memang Maha Besar, hanya dengan sebelah payudara, Ruri bisa menyusui Zhafira dengan lancar dan sepertinya Zhafira tahu bahwa Bundanya hanya bisa menyusui dengan sebelah  payudara, karena menurut Ruri, Zhafira selalu terlihat kenyang setelah ASI dari payudara yang hanya tinggal sebelah itu habis...

Setelah selesai memberikan ASI Ekslusif Ruri menjalani terapi. Awalnya kemoterapi, dan kemudian diikuti dengan radioterapi karena tiba-tiba di dada kanannya diatas payudara telah diangkat ternyata tumbuh lagi benjolan yang besar dan keras. Kanker pun menjalar ke paru-parunya...
Perjalanan terakhir bersama Ruri adalah pada saat saya hamil sekitar 7 bulan, kami bersama-sama menghadiri kopdar NCC Bandung di Toko Magenta. Saat itu rombongan dari Jakarta mampir di rumah Ibu saya di Buah Batu untuk shalat sebelum kembali ke Jakarta. Ruri shalat dengan duduk di kursi, karena jika Ruri melakukan sujud, maka Ruri akan batuk-batuk secara luar biasa karena kanker yang sudah menyerang paru-parunya...
Pertemuan terakhir saya dengannya adalah ketika Ruri baru keluar dari ICU di bulan Juli 2008, saya meminta dengan sangat kepada suami untuk mengantar saya ke MMC. Saat itu Fian belum berusia 1 bulan, menunggu di tempat parkir bersama suami dan pengasuhnya... Ruri terlihat sangat tegar dan tabah, tidak terdengar sekalipun keluhan keluar dari bibirnya... Ruri tersenyum dan minta dimaafkan jika ada kesalahan... dan saat itu saya pun tidak kuasa menahan air mata...
Akhirnya Ibu Admin NCC yang luar biasa berpulang ke rahmatullah pada tanggal 5 Agustus 2008... dan kesedihan luar biasa adalah ketika suami ternyata tidak bisa mengantar saya untuk mengantarnya ke peristirahatan terakhir sedangkan saat itu saya tidak mungkin pergi tanpa Fian yang baru berusia 1 bulan lebih karena saya belum memiliki stok ASI untuknya...

Bertahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2000, seorang sepupu saya, di diagnosa menderita kanker usus stadium 2, dan beberapa tahun setelahnya di vonis menderita penyakit Lupus pula.
Namun hingga kini alhamdulillah sepupu saya tersebut masih bertahan hidup dengan kedua penyakit ganasnya, bahkan sempat berjihad dengan hamil dan melahirkan dua orang putri yang luar biasa pula :)

Ada pula seorang kenalan saya di diagnosa menderita kanker hati. Upaya menghentikan kanker tersebut dilakukan dengan membuang bagian hati yang telah terkena kanker.
“Setiap satu orang bisa hidup dengan 30 persen hati yang sehat,” ujar Tjhang Supardjo MD Msurg FCCS, dokter lulusan Zhejiang University School of Medicine, China yang merupakan salah satu tim dokter yang pernah melakukan transplantasi hati di Rumah Sakit Puri Indah Jakarta.
Secara teori, hati yang sehat yang tertinggal akan tumbuh kembali dan menjadi kembali normal dalam waktu 3 - 8 bulan.
Waktu demi waktu berlalu... dan ternyata pada akhirnya kanker yang menyerang kenalan saya menjalar juga ke hati yang semula sehat, sehingga dalam waktu dekat kenalan saya tersebut harus melakukan transplantasi hati, yang merupakan jalan terakhir pengobatan hati.
Namun, "masa tunggu" menunggu mendapatkan donor hati yang cocok pasti merupakan masa yang sangat berat baginya...

Saya teringat ketika saya hamil anak ketiga, sekitar 10 bulan setelah Nada Salsabila Hafizah, putri kedua saya berpulang ke rahmatullah. Saat itu di bulan Januari 2007, saya mengalami perdarahan dan harus bedrest. Namun setelah menjalani bedrest pun perdarahan tidak kunjung berhenti. Ternyata janin saya tidak berkembang. Seharusnya kehamilan saya berusia 10 minggu, namun janin saya tidak berkembang sejak kehamilan 5 minggu, belum ada detak jantungnya. Dan karena perdarahan yang masih terus terjadi, hampir tidak ada yang tersisa... dan janin saya harus dikuret...
Dokter memberitahukan keputusan harus kuret pada hari Jumat, dan operasi kuret dijadwalkan pada hari Senin pagi pukul 08.00 WIB di RS. Harapan Kita.
"Masa tunggu" yang saya jalankan selama 3 hari adalah masa yang paling berat dalam hidup saya. Perasaan sedih dan tidak berdaya sungguh luar biasa memukul saya.
"Ya Allah, telah Engkau ambil putri yang Engkau titipkan pada kami, masa hendak Engkau ambil pula janin yang telah sempat melambungkan hati saya..." demikian saya menangis...
Alhamdulillah... seorang sahabat memberikan saya dzikir dan doa untuk penenang hati. Dan selama 3 hari tanpa putus saya membacanya, awalnya selalu dengan berurai air mata, hingga akhirnya keikhlasan saya tercapai juga.
Akhirnya pada hari Senin paginya saya menjalani operasi kuret dengan tenang dan ridha dengan ketentuan Allah untuk saya...

Dengan keempat cerita di atas, saya sama sekali bukan hendak memamerkan penderitaan kami semua... sama sekali bukan...
Saya hanya ingin berbagi bahwa meskipun pada suatu masa saya pernah merasa menjadi orang yang paling malang di dunia, ternyata selalu ada alasan untuk bersyukur ketika saya mencoba melihat orang-orang di sekeliling saya.
Perjuangan dalam mengatasi dua kehilangan yang saya alami belumlah seberapa dibandingkan perjuangan sahabat, sepupu dan kenalan saya. Alhamdulillah, Allah masih memberi saya nikmat "sehat"...
Namun sebaliknya, sahabat, sepupu dan kenalan saya mungkin juga bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk meluruhkan dosa-dosa dengan sakitnya, mendapatkan kesempatan pula untuk melihat siapa saja teman sejati yang mendampingi mereka di saat sakit mendera...

Keyakinan kita akan kekuasaan Allah membuat segalanya menjadi mungkin. Keyakinan bahwa ketika Allah menciptakan kita, Allah juga telah menentukan apa yang terbaik untuk hidup kita meskipun mungkin kita sendiri belum tahu apa yang terbaik hingga saatnya tiba...
Keyakinan itu pula yang membuat saya akhirnya bisa ikhlas saat kehilangan calon buah hati pengganti Nada...
Dan saya yakin, keyakinan itu pula yang membuat sahabat, sepupu dan kenalan saya bisa ikhlas menerima vonis dokter atas kanker yang mereka derita...

Harapan yang selalu ada membuat hidup kita terus berjalan, membuat kita tidak putus berusaha. Dan ternyata harapan saya untuk kembali memiliki buah hati memang hanya "ditunda" oleh Allah.
Allah memberikan kebahagiaan dengan kehadiran Ahmad Balda Arifiansyah pada tahun berikutnya, pada tanggal 16 Juni 2008...
Dan saya juga yakin, harapan juga yang membuat sahabat, sepupu dan kenalan saya terus berjuang melawan kanker yang mereka derita...

Dan akhirnya... Cinta membuat hidup kita menjadi indah dan bahagia...
Saya, sahabat, sepupu dan kenalan saya tentu mengambil kekuatan dari cinta kasih Allah, keluarga dan para sahabat di sekeliling kami, sehingga tetap bisa menjalani hidup dengan bahagia ditengah ujian yang menempa... Dan saya percaya, jika kami bisa, tentu demikan pula teman-teman semua...

Ya, selama nyawa kita masih ada, jika kita mau membuka mata dan melihat orang lain di sekeliling kita, percayalah, selalu ada alasan untuk bersyukur atas setiap anugrah maupun musibah yang menimpa kita... :)

Jakarta, 15 April 2011
Yeni Suryasusanti

Rabu, 06 April 2011

Belajar dari Elang : Latihan untuk Terbang :)



Hari ini mendapatkan kiriman artikel dari seorang adik didik. Sayangnya tidak diketahui siapa yang awalnya menulis artikel itu. Source : Unknown istilahnya :D
Artikel itu saya tambahkan dengan tulisan saya dan tulisan lain dari berbagai sumber dan koreksi bahasa, semoga bisa memotivasi teman-teman semua :)
Terima kasih Debby Cintya, kiriman artikelmu membuat saya banyak belajar tentang kehidupan dari Elang hari ini :)

----------------

Elang adalah burung yang terkenal dengan ketangguhannya menghadapi badai, kekuatan sayapnya yang mampu terbang tinggi dan ketajaman inderanya saat mengejar mangsanya. Elang mampu melihat mangsa seukuran kelinci sejauh lebih dari 1,5 km. Semua kekuatan yang mungkin didambakan oleh setiap burung sepertinya dimiliki oleh burung Elang. 

Namun kekuatan terbang burung Elang tidak datang dengan sendirinya.
Keras, itulah hukum yang berlaku dalam kehidupan di alam bebas. Hal inilah yang mungkin memaksa Elang mewariskan cara hidup mandiri dan saling berbagi tugas dari generasi ke generasi berikutnya.
Elang selalu membangun sarang di pohon yang tertinggi di puncak bukit yang tinggi dan terjal. Perjalanan setiap hari dalam pencarian mangsa dan untuk kembali ke sarang saja tentu sudah merupakan latihan terbang yang pastinya membuat sayap elang tetap kuat seiring dengan perjalanan waktu :)

Saat musim bereproduksi tiba, pasangan elang akan mencari lokasi sebagai tempat bertelur dan mengasuh anak.
Ketika anak-anak Elang lahir, induknya selalu menjaganya dengan segenap hidup mereka. Semua kebutuhan anak-anak Elang dipenuhi oleh induknya. Dengan kata lain, bayi Elang kecil tahu beres akan hidupnya dan tidak perlu mengkhawatirkan apa pun juga.
Elang akan menyuapi  anak-anaknya sampai mereka berusia sebulan. Selepas itu, sang induk mulai melatih Elang muda itu menikmati hasil buruannya secara mandiri. Induk akan menyabik-nyabik daging binatang tangkapannya lalu menaruhnya di sarang. Bila perut sudah lapar, anak Elang itu mulai belajar menikmati menu makan sendiri. Saat usia anak mulai bertambah, sang induk tidak lagi memotong-motong hasil buruannya. Binatang tangkapan ditaruh utuh-utuh di sarang. Anak-anak mereka mulai belajar mencabik-cabik menu segarnya.

Pasangan Elang melaksanakan tugas berburu secara bergantian. Ketika salah satu induk berburu di hutan, induk yang lain bertugas menjaga anak dan sarang mereka. Terbang soaring, berputar-putar di atas sarang. Klii-ki …klii-ki atau hi-li-liiiuw…. Suara dari salah satu Elang mengisyaratkan kedatangan dengan hasil buruannya. Sementara induk yang tadi berjaga bergegas meluncur meninggalkan sarang untuk menggantikan tugas berburu. Hm... sungguh kerjasama yang sangat luar biasa :)

Ketika tiba saatnya bagi anak Elang untuk belajar terbang, ‘tanpa perasaan' induknya akan mendorong anak Elang keluar dari sarangnya. Beberapa tulisan bahkan menyebutkan induk Elang akan menjungkirbalikkan sarang yang selama ini menjadi tempat berlindung yang nyaman baginya. Tidak tanggung-tanggung, Elang kecil itu akan terjun bebas beribu-ribu meter menuju batu-batu tajam yang ada di bawahnya. 

Dalam kepanikannya, ia akan berusaha mengepak-kepakkan sayapnya. Dan di detik terakhir sebelum ia menghujam batu-batu tajam itu, induk Elang dengan sigap menyambar anaknya, membawanya terbang tinggi ke angkasa, dan menjatuhkan anaknya kembali. Hal ini dilakukannya berulang-ulang sampai sayap anaknya menjadi cukup kuat dan akhirnya ia mampu terbang sendiri. 

Pada awalnya mungkin saja anak-anak Elang itu tidak mengerti maksud dari ‘kekejaman' induknya. Tapi ketika induknya melakukannya berulang-ulang, ia pun mengerti dan menikmati proses belajarnya sampai akhirnya ia bertumbuh menjadi Elang yang perkasa, sama seperti induknya.

Induk yang berhasil berburu terus berputar-putar di atas sarang sambil mengeluarkan suara melengking mengundang perhatian anaknya. Elang muda bergegas menuju ujung dahan yang paling tinggi. Saat itu pula, induk Elang melepas hasil buruannya dari angkasa. Sang anak melesat dari dahan menyambut umpan yang melayang di angkasa itu. Gagal menangkap sering terjadi. Jika gagal menangkap hasil buruan di angkasa, Elang muda itu akan mencari oleh-oleh dari induk yang terhempas di lantai hutan.

Saat anak Elang telah pandai terbang. Sang induk akan mengajaknya terbang dan berburu bersama. Bagi mereka, hutan adalah meja makan. Satwa ini membutuhkan arena berburu seluas 50 – 160 km persegi. Mereka bebas mengincar menu apa saja yang singgah dalam kanopi hutan.
Berbagi mangsa di angkasa sungguh menjadi atraksi yang mengasyikkan. Ketika sang induk berhasil menyambar mangsa, ia akan menukik mendekati anaknya. Beberapa saat kemudian elang muda itu berusaha merebut mangsa yang berada dalam genggaman cakar sang induk. Cakar berkuku tajam mereka lalu saling terkait, menembus daging mangsa yang tak lagi bernyawa. Kedua Elang itu sesaat berputar-putar di angkasa. Cara berebut makanan seperti ini wajib dipelajari oleh seekor Elang muda. Karena setelah ia dewasa kelak, duel di angkasa berebut mangsa menjadi ritual harian.

Ketika Elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, Elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian, atau mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan — suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, Elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang di tepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.
Pertama-tama, Elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang kembali hingga mencapai usia 70 tahun :)

Membaca tentang kehidupan Elang pasti akan membuat manusia yang memang dikaruniai Allah dengan akal menjadi berpikir.

Seperti Elang, saat kita masih menjadi bayi, kita mendapati segala kebutuhan dan keinginan kita terpenuhi dengan instant. 

Seperti Elang, dalam hal makan pun kita melewati proses panjang. Dari mulai ASI, bubur, nasi tim, hingga nasi. Dari mulai di suapi hingga bisa menyuap sendiri. Dari mulai disediakan makanan hingga bisa memasak sendiri. Dari mulai dinafkahi hingga bisa mencari nafkah sendiri.

Berbeda dengan Elang, yang mencari buruan secara bergantian, beberapa dari kita yang telah menikah dengan berbagai pertimbangan mencari nafkah secara bersamaan karena masih mampu dan mau membayar asisten rumah tangga ataupun karena masih ada orang tua atau keluarga lain yang bisa dititipkan pengasuhan anak-anak kita. Namun yang harus selalu kita ingat, pengawasan keadaan anak-anak kita dari jauh seharusnya tetap bisa kita lakukan bergantian dengan pasangan, bukan hanya menjadi tanggung jawab satu orang saja :)

Seperti Elang, seharusnya kita juga melatih dan mempersiapkan anak-anak kita menghadapi tantangan masa depan. Jangan hanya mengatasnamakan kasih sayang dengan selalu melindungi mereka namun menjadikan mereka pribadi-pribadi yang tidak tahan goncangan. Ingatlah teman, kita tidak akan hidup selamanya untuk mengawasi dan melindungi anak-anak kita :)

Juga seperti Elang yang mengeluarkan suara sebagai tanda kedatangannya, kita pun diminta mengucapkan "Assalamu'alaikum" sebelum kita masuk kembali ke rumah kita sebagai tanda kedatangan :)

Seperti Elang, mungkin awalnya kita tidak mengerti apa maksud ujian-ujian yang seakan meluluhlantakkan diri kita. Namun pada akhirnya kita akan menyadari, bahwa ujian, mungkin dimaksudkan sebagai peringatan, sebagai sarana introspeksi diri dan latihan kesabaran.

Dan juga seperti Elang yang bertransformasi, dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.
Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan.
Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Hijrah, mungkin ini adalah kata yang paling tepat :)

Dan Alhamdulillah, berbeda dengan Elang, manusia memiliki panduan untuk menjalani kehidupan : Al Qur'an dan As Sunnah tentunya untuk umat Islam, bukan hanya pengajaran dari orang tua sebagai warisan.
Hanya tinggal bagaimana kelak manusia akan mempertanggungjawabkan semua pilihan yang diambilnya dalam menjalani kehidupan.

Jadi, ketika goncangan itu datang dan kita seolah terjun bebas dari ketinggian, yakinilah bahwa saat itu Allah sedang melatih kita untuk terbang :)

Jakarta, 6 April 2011
Yeni Suryasusanti