Selasa, 10 Januari 2012

"The Man Behind The Gun"

Dua bulan lebih hampir vacuum menulis karena penyesuaian diri dengan tanggung jawab baru di kantor, belum lagi akhir tahun bagi NCC berarti tutup buku dan penyelesaian laporan keuangan yang menjadi tugas saya sebagai Ibu Matre NCC, kerinduan saya untuk menulis rasanya hingga di ubun-ubun :D
Cukup banyak moment berkesan terlewat karena ketiadaan waktu membaginya dalam bentuk tulisan...
Kerinduan yang menyesakkan dada itulah yang membuat saya memaksakan diri menulis - meskipun hanya sekedar tulisan pendek - dengan memakai sebagian waktu jam makan siang saya hari ini :)

Hari ini, di milis NCC (www.NCC-Indonesia.com) muncul keluhan dari Shirley Theresia ketika menerima email promosi dari seseorang yang menawarkan paket software untuk internet marketing yang memastikan agar email yang dikirim selalu masuk inbox dan tidak masuk ke folder sampah email si penerima, lengkap dengan video tutorialnya.

Hal ini mengingatkan saya akan istilah "The mind behind the gun".
Komentar yang sering mengikuti istilah ini adalah "Tidak ada yang salah dengan suatu alat ataupun teknologi. Yang menjadikannya tidak benar adalah penggunanya."
Mengartikan istilah tersebut, benarkah seluruh teknologi yang ditemukan sebaiknya disebarluaskan?

Islam mencintai ilmu pengetahuan. Sebagai seorang muslimah dan sebagai pribadi, saya pun demikian.
Namun, ilmu pengetahuan yang bagaimana?
Dari banyak bacaan saya mengambil benang merahnya : "Ilmu yang harus disebarluaskan adalah ilmu yang bermanfaat, terutama bagi orang banyak."

Saya ingat, dulu saya pernah menonton Film tentang teknologi. Sayangnya saya lupa judul dan pemainnya, hanya ingat jalan cerita dan kesimpulan akhir film-nya.
Film tersebut menceritakan tentang seorang ilmuwan, yang hampir seumur hidupnya dihabiskan dengan meneliti sebuah teknologi. Ketika penelitiannya sudah sampai tahap akhir dan siap diproduksi, pihak penyandang dana mengarahkan produksinya untuk menjadi senjata penghancur massal. Melihat korban mulai berjatuhan dalam perebutan cetak biru teknologi tersebut - padahal ciptaannya belum lagi diproduksi - sang ilmuwan akhirnya dengan berat hati menghancurkan ciptaannya sendiri.

Film itu berkesan bagi saya, karena adanya unsur tanggung jawab sang pembuat teknologi disini.
Sang ilmuwan tidak hanya berlindung bahkan bersembunyi di balik istilah "The man behind the gun". Ilmuwan tersebut ikut menganalisa apakah teknologi yang diciptakannya akan lebih banyak membawa manfaat atau mudharat bagi masyarakat.

Dalam banyak contoh, istilah "The man behind the gun" bisa diterima dengan wajar, apalagi jika alat dan teknologi yang tercipta bagaikan pisau bermata dua yang betul-betul seimbang manfaat dan mudharatnya :)

Kamera di tangan yang baik akan mengabadikan moment-moment terindah dan makanan-makanan terlezat dalam hidup kita.
Kamera di tangan yang sebaliknya akan menghasilkan dan menyebarluaskan foto-foto yang tidak layak di pandang mata anak-anak kita.

Senjata di tangan yang baik akan menjadi pembelaan diri dan perlindungan atas nyawa.
Senjata di tangan yang sebaliknya bisa jadi menghilangkan nyawa.

Pisau di tangan seorang koki akan menjadi karya seni kuliner yang menggungah selera.
Pisau di tangan seorang penjahat akan digunakan untuk mengancam korban agar memenuhi keinginannya.

Ilmu keuangan di tangan yang baik akan menjadikan hidup lebih tertata.
Ilmu keuangan di tangan yang sebaliknya akan merugikan orang lain bahkan negara.

Hipnotis di tangan terapis bisa menjadi metode penyembuhan yang luar biasa.
Hipnotis di tangan penjahat akan menguras harta bahkan nyawa korbannya.

Dan masih banyak lagi alat dan teknologi yang bagaikan pisau bermata dua yang betul-betul seimbang manfaat dan mudharatnya :)

Namun bagaimana jika teknologi yang tercipta menjadi lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain - jika tidak bisa disebut sebagai kejahatan - meski di sisi lain juga bisa menghasilkan keuntungan?

Senjata penghancur massal, di satu sisi menghasilkan uang, lapangan pekerjaan dan meminimalkan korban nyawa tentara, di namun sisi lain digunakan untuk menghancurkan suatu negara.

Software penembus anti spamming, di satu sisi menguntungkan para marketing dan membuat bisnis berputar, namun di sisi lain mengganggu kenyamanan pengguna email.

Pencipta virus komputer dan para hacker penembus firewall, di satu sisi meningkatkan bisnis bagi pencipta anti virus dan firewall, namun di sisi lain menghancurkan data-data penting yang telah susah payah dibuat dan disimpan dan merusak jaringan serta tampilan WEB orang lain.

SMS Promosi Premium yang bekerja sama dengan provider seluler dan Mall, di satu sisi merupakan jalur promosi dengan biaya cukup rendah, jangkauan luas dan terarah, serta hasil yang mungkin cukup bagus, namun di sisi lain cukup mengganggu kenyamanan pengguna HP yang menganggap HP adalah adalah nomor kontak yang cukup pribadi (yang jelas cukup mengesalkan bagi saya menghapus sms promosi LBA-TSel setiap kali saya mendekati Mall Central Park, sedangkan saya setiap pagi dan sore harus melewati Mall tersebut untuk berangkat kerja dan pulang ke rumah hiks...).

SMS Promosi Kredit Tanpa Agunan, di satu sisi memudahkan pekerjaan marketing loan dan orang yang mungkin kepepet dana sehingga membutuhkan, namun di sisi lain mengesalkan bagi orang yang menyadari bahwa kredit dengan bunga yang tinggi bukanlah merupakan tambahan uang, melainkan pinjaman yang pada akhirnya malah menjadi beban.

Dan mungkin masih banyak lagi jenis teknologi yang lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain :(

Ketika teknologi jenis yang lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain dan dunia maya dipersatukan, bayangkan besarnya efek yang bisa ditimbulkan.
Mailing List, Facebook, WEB dan Blog sebagai media promosi memang efektif luar biasa. Namun bayangkan jika kita menyebarkan teknologi yang cenderung digunakan di jalan yang salah hanya karena kita tidak menganalisa produk atau ilmu yang kita jual, atau mungkin tidak mempersiapkan "pengunci" ilmu atau produk agar tidak digunakan untuk mengganggu orang banyak bahkan digunakan untuk kejahatan.
Dan ketika pada akhirnya hati nurani kita terusik dan kita menyesal akan akibat yang ditimbulkannya, ketika kita bermaksud menghilangkan keterkaitan produk dan ilmu tersebut dengan diri kita, semuanya telah terlambat karena segalanya telah tercatat.

Melengkapi ungkapan Widya, seorang teman di Milis NCC :

Ketika seseorang berbuat salah secara offline, yang harus dilakukannya hanyalah meminta maaf dan berbuat banyak kebaikan setelahnya, maka - dengan anugrah keterbatasan daya ingat manusia - pada akhirnya orang lain akan lupa dengan kesalahan yang dulu pernah dia perbuat.
Ketika seseorang berbuat salah secara online, dia bisa saja meminta maaf, mengoreksi kesalahannya dan kemudian orang lain akan melupakannya, namun Google akan tetap ingat.

Jakarta, 10 Januari 2012
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar