Minggu, 24 Agustus 2014

Adzan Bagi Saya = Hidayah Yang Harus Segera "Ditangkap"


Mungkin tulisan ini pendek saja, karena awalnya saya hanya sekadar ingin membuat status darinya. Tapi lalu terpikirkan sungguh sayang jika tulisan yang saya buat terutama untuk mengingatkan diri sendiri ini hilang dalam timbunan status-status harian saya :)

Saya termasuk orang yang sering "keasyikan" jika sedang mengerjakan sesuatu, cenderung mudah menjadi lupa waktu.
Karena itu - terutama ketika berada di kantor dimana pekerjaan seperti tidak ada usainya - cukup sering saya baru teringat untuk mengerjakan shalat ketika adzan sudah cukup lama berlalu :(

Belum lama ini, tepatnya ketika bulan ramadhan, saya menginstall aplikasi adzan dan kiblat di hp android saya. Dan aplikasi ini sungguh mempermudah saya. Dimanapun saya berada, saya bisa mengetahui kapan tepatnya waktu shalat tiba sekaligus tidak perlu bertanya-tanya kemana arah kiblat yang tepat. Tentunya hal ini berlaku selama signal Telkomsel / Wifi bagus diterima oleh hp saya.

Aplikasi ini juga berguna menyentakkan diri saya dari keasyikan bekerja. Minimal, saat mendengar adzan berkumandang dari hp saya, ada rasa bersalah ketika saya tidak segera bangkit dan berwudhu.
Meskipun demikian, janji syaitan memang terus berlaku untuk menggoda manusia, sehingga terkadang masih juga saya mengabaikan adzan tersebut dengan alasan "tanggung, sebentar lagi selesai". Padahal, berdasarkan pengalaman, seringkali di tengah satu pekerjaan yang sedang saya kerjakan, sudah muncul pekerjaan lain yang menanti untuk saya kerjakan. Godaan ini tidak hanya muncul ketika di kantor, namun juga di rumah :D

Siang ini, ketika mendengar adzan dari hp saya, saya mencoba tidak menggubris godaan syaitan yang membisikkan kata " tanggung" dan langsung beranjak untuk berwudhu.
Setelah shalat, saya tiba-tiba berpikir bahwa fenomena adzan dan shalat tepat waktu ini nyaris sama persis dengan hidayah yang saya dapatkan ketika saya memutuskan untuk menutup aurat saya.
Dulu, saat hidayah untuk menutup aurat pertama kali datang kepada saya, saya sempat menunda dengan alasan "belum siap", memilih memperbaiki sikap terlebih dahulu sembari mulai membeli baju-baju yang bisa menutup aurat saya. Ternyata, hasilnya nol besar. Alhamdulillah 6 bulan kemudian hidayah untuk menutup aurat kembali datang, dan kali itu hidayah tersebut saya tangkap tanpa menunda lagi.

Siang ini, saya merasakan hal yang serupa, bahwa jika saya ingin memperbaiki shalat saya menjadi di awal waktu, maka saya harus segera bergerak untuk berwudhu ketika adzan berkumandang, tanpa menunda. Karena jika saya menunda sebentar saja, maka saya akan kembali ke pola lama : shalat di tengah bahkan di akhir waktu.

Akhirnya saya menyimpulkan, bahwa bagi saya adzan itu seperti hidayah dari Allah : harus segera ditangkap. Karena jika tidak, maka dia akan seperti hidayah, hilang dari hidup kita dan belum tentu datang kembali.

Allahumma a'inni 'alaa dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatika...

Jakarta, 24 Agustus 2014

Sabtu, 23 Agustus 2014

Ketika Ilmu Membuat Soal Pelajaran Kelas 1 SD Tidak Lagi Bisa Terlalu Sederhana :D


Ilmu pengetahuan membuat kita menjadi lebih mengerti akan berbagai hal, dan terkadang hal itu membuat hidup tidak lagi sesederhana sebelumnya. Selain mempengaruhi hidup kita, pemahaman akan sebuah ilmu pengetahuan juga berimbas kepada orang-orang di sekeliling kita.
Contohnya pengajaran kita kepada buah hati pun menjadi lebih dalam, lebih terstruktur, lebih komprehensif.
Masalahnya, ketika elemen lain di sekeliling buah hati kita ikut berperan dalam pengajaran, ketika itu pula kita dituntut untuk lebih jeli, kritis dan lebih komunikatif jika kebetulan pengajaran tersebut tidak sejalan dengan apa yang kita tanamkan.
Hal ini terjadi pada Fian, putra bungsu kami :)

Fian adalah anak yang sangat aktif bergerak. Dia menyukai berlari, melompat, bereksplorasi dan bermain bola. Sejak usia 4th, menjelang saat mandi sore adalah hal yang biasa bagi Fian pulang dalam keadaan berkeringat setelah bermain bola di jalan depan rumah bersama teman-teman baik yang seusia maupun yang lebih dewasa.
Disinilah contoh ilmu pengetahuan membuat hidup menjadi lebih baik.
Mengetahui bahaya mandi dengan air dingin ketika suhu tubuh masih terlalu tingi, saya selalu memberikan instruksi : "istirahat dulu sejenak sampai keringatnya hilang, baru kemudian mandi."
Sebenarnya, kalimat yang lebih tepat adalah : "istirahat dulu sejenak sampai suhu tubuh tidak lagi terlalu tinggi, baru kemudian boleh mandi."
Hanya saja, agak sulit memberikan pehamanan tentang suhu tubuh yang dimaksudkan, sehingga terpaksa memakai metode pengukuran secara tidak langsung : "waktu yang dibutuhkan oleh keringat yang tadinya membanjir menjadi kering, kurang lebih hampir sama waktunya dengan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan suhu tubuh."

Namun, disini pula ilmu pengetahuan membuat beberapa hal tidak lagi menjadi sederhana :D

Fian saat ini kelas 1 SD, bersekolah di SD Bhakti YKKP Kemanggisan Jakarta, sekolah almamater abangnya juga :)
Materi pertama pelajaran Tematik di SD Bhakti adalah "Diriku". Ada sub tema tentang "Aku Merawat Tubuhku".
Hari Senin, 18 Agustus 2014 yang lalu, Fian dan teman-temannya diberikan Lembar Kerja Pembelajaran 1 untuk dikerjakan di sekolah.
Hasilnya baru kemarin dibagikan.
Disini bisa saya contohkan bagaimana pengajaran tentang hidup yang kita ajarkan kepada anak kita bisa tidak sejalan dengan yang diajarkan di sekolah.

Lihat gambar berikut :


Pada soal diatas bisa kita lihat bahwa Guru membuat soal berdasarkan konteks sub tema "Aku merawat tubuhku".
Jawaban Fian yaitu "istirahat" meneruskan rangkaian kejadian yang terjadi pada"Udin" :

Udin bermain bola.
Udin berkeringat.
Udin harus.... istirahat. :D

Jawaban Fian tersebut benar secara kesehatan, namun tidak ada kaitannya dengan sub tema "Aku merawat tubuhku". Hla ini mengisyaratkan bahwa Fian belum sepenuhnya paham bahwa ada kaitan antara soal dengan konteks sub tema pelajaran.
Sementara jawaban koreksi dari Guru yaitu "mandi" benar secara kaitan dengan sub tema "Aku merawat tubuhku", namun berbahaya jika dikaitkan dengan ilmu kesehatan.

Berikut saya kutip dari Wikipedia tentang "Keringat" di http://id.wikipedia.org/wiki/Keringat :

Dampak keringat

Dampak positif
  • Membuang racun dari dalam tubuh.
  • Membantu mendinginkan tubuh saat kepanasan.
  • Membakar kalori.
  • Menurunkan stres.
  • Memperlancar sirkulasi darah.
  • Mempercantik kulit.
Dampak negatif
  • Keringat dapat menyebabkan kulit dan baju terlihat basah atau lembab.
  • Karena mengandung garam, dapat meninggalkan bercak keputihan atau kekuningan pada pakaian.
  • Keringat yang berlebihan dapat menyebabkan gatal-gatal dan kemerahan pada kulit.
  • Keringat dapat menciptakan lingkungan yang tepat untuk tumbuhnya beberapa mikroorganisme berbahaya seperti jamur.
  • Langsung mandi dengan air dingin setelah berkeringat banyak dapat beresiko fatal.
  • Bila ingin mandi setelah berkeringat banyak, tunggulah sejenak sebelum mandi dan gunakanlah air hangat ketika mandi.

Mungkin sebaiknya soal dimodifikasi menjadi :

Udin bermain bola.
Udin berkeringat.
Udin beristirahat.
Lalu Udin harus.... mandi. :D

Ketika pengajaran di rumah tidak sejalan dengan di sekolah meskipun bukan secara prinsip, disinilah kita membutuhkan komunikasi.

Anak-anak cenderung lebih mudah mengikuti kata-kata Guru dibandingkan dengan orang lain, bahkan terkadang dibandingkan kata-kata orangtua.
Resikonya - mengenal Fian yang demikian kritis - pengajaran sang Guru akan berpotensi membuat Fian setelah bermain menjadi ingin segera mandi tanpa terlebih dahulu mendinginkan tubuh.
Mengantisipasi hal tersebut, saya pun segera berkomunikasi dengan Guru Kelas dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik via BBM mengenai hal ini, agar bisa menemukan titik temu antara materi pengajaran di sekolah dengan di rumah.
Hingga tulisan ini saya buat, BBM sang Guru belum di Read, namun alhamdulillah BBM kepada Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik sudah mendapatkan respon yang sangat baik :)

Menjadi seorang Guru di masa kini memang tidaklah mudah.
Karena begitu banyak ilmu yang beredar diluar institusi sekolah.
Menjadi seorang pendidik juga harus siap belajar dari lingkungan pengajarannya : siswa itu sendiri, orangtua dan masyarakat.

Sebenarnya bukan hanya seorang pendidik, namun juga setiap manusia.
Karena diatas langit selalu ada langit lagi...

Jakarta, 23 Agustus 2014
Yeni Suryasusanti